Pages

Saturday 29 October 2011

Sayangi Ibu Bapa anda, itu yang terindah!


Berikutan merupakan doa seorang anak kepada kedua ibu bapanya. Mesti setiap manusia di dunia ini, mempunyai kisah yang tersendiri terhadap ibu bapa mereka sendiri bukan? Sebagai contohnya :

1. Membecinya mereka kerana hal-hal tertentu.

Kita sebagai anak mereka, tidak sepatutnya membenci mereka. Mereka tidak pernah mengungkit satu hal pun daripada kita kecil hinggalah dewasa kini. Kita? Hal kecil pun mahu mempebesarkan sehingga sanggup membenci Ibu Bapa kita sendiri? MasyaAllah.

2. Memarahi mereka dengan menggunakan bahasa-bahasa kesat.

Haram bau syurga jika kita memarahi dan memaki mereka, kerana tanpa mereka, tiadalah kita sebagai anaknya.

DaripadaAbu Hurairah r.a, sabda Rasulullah s.a.w, maksudnya: “Janganlah kamu membenci bapa-bapa kalian. Sesiapa yang membenci bapanya bererti ia kafir.” 

Riwayat Muslim

" Hormatilah mereka sementara masih ada, jangan kecewa jika sudah tiada "

Sekian, terima kasih.
Wassalam.

Haram apabila memohon mati.


Rasulullah saw. Bersabda bermaksud: “Janganlah ada diantara kamu yang bercita-cita hendak mati. Sekiranya ia seorang yang baik mudah mudahan ia dapat menambahkan lagi kebaikan, dan sekiranya ia seorang yang jahat mudah mudahan ia dapat bertaubat kepada Allah.” 

Riwayat Hadith Al-Bukhari dan Muslim

Sebagai contohnya disini,

1. Setiap manusia, mesti akan dikenakan ujian daripada Allah S.W.T. Kadang kala, mesti manusia akan merasakan mati merupakan jalan terakhir. Tetapi, Allah S.W.T itu sayang dan kasih kepada hambanya, disebabkan itu, ujian diturunkan.

2. Setiap muslim juga diharamkan bercita-cita untuk mati, bahkan mencari jalan dan lebih patuh kepada segala suruhan yang diperintahkan. Jangan bersedih dengan apa yang terjadi, anggaplah satu ujian dan merupakan tanda kasih sayang Allah S.W.T.

3. Haram hukumnya jika berfikiran untuk mati, carilah jalan yang lebih sepatutnya agar diberkati oleh Allah S.W.T.

Sekian, terima kasih.
Wassalam.

Friday 28 October 2011

Bekerja Itu Ibadah.

Bekerja bukan hanya keperluan, tapi juga kewajiban. Berpahala jika dilakukan, berdosa kalau ditinggalkan. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa seorang lelaki dari kaum Anshar datang menghadap Rasulullah saw dan meminta sesuatu kepada beliau. Rasulullah saw bertanya, “Adakah sesuatu di rumahmu?”

“Ada, ya Rasulullah!” jawabnya, “Saya mempunyai sehelai kain tebal, yang sebagian kami gunakan untuk selimut dan sebagian kami jadikan alas tidur. Selain itu saya juga mempunyai sebuah mangkuk besar yang kami pakai untuk minum.”

“Bawalah kemari kedua barang itu,” sambung Rasulullah saw. Lelaki itu membawa barang miliknya dan menyerahkannya kepada Rasulullah. Setelah barang diterima, Rasulullah saw segera melelongnya. Kepada para sahabat yang hadir pada saat itu, beliau menawarkan pada siapa yang mau membeli. Salah seorang sahabat menawar kedua barang itu dengan harga satu dirham. Tetapi Rasulullah menawarkan lagi, barangkali ada yang sanggup membeli lebih dari satu dirham, “Dua atau tiga dirham?” tanya Rasulullah kepada para hadirin sampai dua kali. Inilah lelong pertama kali yang dilakukan Rasulullah.

Tiba-tiba salah seorang sahabat menyahut, “Saya beli keduanya dengan harga dua dirham.”
Rasulullah menyerahkan kedua barang itu kepada si pembeli dan menerima wangnya. Wang itu lalu diserahkan kepada lelaki Anshar tersebut, seraya berkata, “Belikan satu dirham untuk keperluanmu dan satu dirham lagi belikan sebuah kapak dan engkau kembali lagi ke sini.”
Tak lama kemudian orang tersebut kembali menemui Rasulullah dengan membawa kapak. Rasulullah saw melengkapi kapak itu dengan membuatkan gagangnya terlebih dahulu, lantas berkata, “Pergilah mencari kayu bakar, lalu hasilnya kamu jual di pasar, dan jangan menemui aku sampai dua pekan.”

Lelaki itu taat melaksanakan perintah Rasulullah. Setelah dua pekan berlalu ia menemui Rasulullah melaporkan hasil kerjanya. Lelaki itu bertuturkan bahwa selama dua pekan ia berhasil mengumpulkan wang sepuluh dirham setelah sebagian dibelikan makanan dan pakaian. Mendengar pertuturan lelaki Anshar itu, Rasulullah bersabda, “Pekerjaanmu ini lebih baik bagimu daripada kamu datang sebagai pengemis, yang akan membuat cacat di wajahmu kelak pada hari kiamat.”

Rasulullah saw memberikan pelajaran menarik tentang pentingnya bekerja. Dalam Islam bekerja bukan sekadar memenuhi keperluan perut, tapi juga untuk memelihara harga diri dan martabat kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Kerananya, bekerja dalam Islam menempati posisi yang teramat mulia. Islam sangat menghargai orang yang bekerja dengan tangannya sendiri. Rasulullah saw pernah ditanya, “Pekerjaan apakah yang paling baik?” Beliau menjawab, “Pekerjaan terbaik adalah usaha seseorang dengan tangannya sendiri dan semua perjualbelian yang dianggap baik,” (HR Ahmad dan Baihaqi).

Sedemikian tingginya penghargaan itu sehingga orang yang bersungguh-sungguh bekerja disejajarkan dengan mujahid fi sabilillah. Kerja tak hanya menghasilkan nafkah materi, tapi juga pahala, bahkan maghfirah dari Allah SWT. Rasulullah saw bersabda, “Jika ada seseorang yang keluar dari rumah untuk bekerja guna mengusahakan kehidupan anaknya yang masih kecil, maka ia telah berusaha di jalan Allah. Jika ia bekerja untuk dirinya sendiri agar tidak sampai meminta-minta pada orang lain, itu pun di jalan Allah. Tetapi jika ia bekerja untuk berpamer atau bermegah-megahan, maka itulah ‘di jalan setan’ atau karena mengikuti jalan setan,” (HR Thabrani).

Kerja juga berkait dengan martabat manusia. Seorang yang telah bekerja dan bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya akan bertambah martabat dan kemuliannya. Sebaliknya, orang yang tidak bekerja alias menganggur, selain kehilangan martabat dan harga diri di hadapan dirinya sendiri, juga di hadapan orang lain. Jatuhnya harkat dan harga diri akan menjerumuskan manusia pada perbuatan hina. Tindakan mengemis, merupakan kehinaan, baik di sisi manusia maupun di sisi Allah SWT. Orang yang meminta-minta kepada sesama manusia tidak saja hina di dunia, tapi juga akan dihinakan Allah kelak di akhirat.

Rasulullah saw bersabda, “Demi Allah, jika seseorang di antara kamu membawa tali dan pergi ke bukit untuk mencari kayu bakar, kemudian dipikul ke pasar untuk dijual, dengan bekerja itu Allah mencukupi keperluan, itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain,” (HR Bukhari dan Muslim).

Bekerja juga berkait dengan kesucian jiwa. Orang yang sibuk bekerja tidak akan ada waktu untuk bersantai-santai dan melakukan ghibah serta membincangkan orang lain. Ia akan menggunakan waktunya untuk meningkatkan kualitas kerja dan usaha.

Begitu pentingnya arti bekerja, sehingga Islam menetapkannya sebagai suatu kewajiban. Setiap Muslim yang berkemampuan wajib hukumnya bekerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

Abu Hanifah adalah seorang ulama besar yang sangat dihormati. Ilmunya luas dan muridnya banyak. Di tengah kesibukannya belajar dan mengajar, ia masih menyempatkan diri untuk bekerja sehingga tidak jelas apakah ia seorang pedagang yang ulama atau ulama yang pedagang. Baginya, berusaha itu suatu keharusan. Sedangkan berjuang, belajar dan mengajarkan ilmu itu juga kewajiban.

Tentang nilai usaha ini, Islam tidak hanya bicara dalam tataran teori, tapi juga memberikan contohnya. Rasulullah saw adalah seorang pekerja. Para sahabat yang mengelilingi beliau juga adalah para pekerja. Delapan sahabat Rasulullah saw yang dijamin masuk surga adalah para saudagar yang kaya.

Kenapa orang yang bekerja itu mendapatkan pahala di sisi Allah SWT? Jawabannya sederhana, kerana bekerja dalam konsep Islam merupakan kewajiban atau fardhu. Dalam kaedah fiqh, orang yang menjalankan kewajiban akan mendapatkan pahala, sedangkan mereka yang meninggalkannya akan terkena sanksi dosa. Tentang kewajiban bekerja, Rasulullah bersabda, “Mencari rezeki yang halal itu wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti solat, puasa dan sebagainya),” (HR ath-Thabrani dan al-Baihaqi)

Kerana bekerja merupakan kewajiban, maka tak heran jika Umar bin Khaththab pernah menghalau orang yang berada di masjid agar keluar untuk mencari nafkah. Umar tak suka melihat orang yang pada siang hari tetap asyik duduk di masjid, sementara sang mentari sudah terpancar bersinar.

Sumber : Himpunan Kisah-kisah Agama

Something to share for all Muslimin and Muslimah


Assalamualaikum,

For the beginning, i am asking forgiveness if my knowledge in Islam that's was not too strong to shared. But, let me guess, by sharing a knowledge, will make we as a Muslimin and Muslimah can adapt more point and idea that we didn't know before.

So, in this Hope blog's, i will update about the:
1. Tajwid
2. Feqah
3. Islamic Video's
4. Surah-surah
5. Etc about Islamic knowledge

Not only that, we also can change a lots of idea here, and make we know more than that. We can help each other. InsyaAllah .

Wassalam.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...